Selasa, 11 Juni 2013

Ketika teroris bicara korupsi

Ketika teroris bicara korupsi

MERDEKA.COM. Perilaku korup di kalangan pejabat Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Segala proyek yang sekiranya bisa dikelabui bakal mereka kerjai dengan harapan mendapat pundi-pundi uang.

Tak peduli tindakan itu halal atau haram, salah atau benar. Selama bisa memperkaya diri, para pejabat tak merasa khawatir jika negara bangkrut karena ulah mereka.

Nilai dan bentuk proyek yang mereka korupsi beragam. Mulai dari proyek pembangunan gedung, infrastruktur, sampai ke pengadaan Alquran, toilet dan minyak goreng.

Tentu saja, masyarakat awam semakin gerah dengan ulah para 'tikus' berdasi itu. Pajak yang dibayar warga ternyata masuk ke kantong mereka. Yang membuat semakin geram, mereka seolah tak merasa malu atas tindakan itu padahal masih banyak masyarakat di Indonesia yang terhimpit masalah ekonomi.

Dalam beberapa kasus korupsi yang di sidangkan baik di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, hakim menghukum pelaku korup dengan vonis yang rendah. Tapi di beberapa kesempatan pula, hakim sering menghukum pelaku pencurian hingga bertahun-tahun lamanya.

Lucunya lagi, meski dihukum para pelaku koruptor ini seolah tak malu berhadapan dengan publik. Tebar senyuman dan lambaian tangan mereka tunjukkan.

Sebagai bentuk protes, masyarakat sering membentuk satu perkumpulan atau organisasi yang menyuarakan agar pelaku korupsi ditangkap dan dibui. Tak hanya itu, belakangan juga marak dukungan agar pelaku korupsi dihukum mati karena telah merugikan bangsa dan negara.

Tapi tampaknya, keberanian penegak hukum di Indonesia belum sampai tahap itu. Yang ada, penegak hukum juga ikut bermain mata dengan para koruptor.

Rupanya, perilaku hakim yang tebang pilih saat menghukum pelaku korupsi dan terdakwa pidana lainna membuat terdakwa kasus teroris Mohamad Thoriq prihatin. Saat sidang vonisnya di Pengadilan Jakarta Barat, Senin (10/9) kemarin, Thoring tiba-tiba saja menyampaikan permintaannya pada pemerintah Indonesia untuk memberikan hukuman yang tegas dan seberat mungkin untuk koruptor.

"Pertama, saya minta pemerintah memberikan suaka kepada Muslim Rohingya, dan kedua, menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor," tegas Thoriq di dalam ruang sidang sebelum dibawa kembali ke mobil tahanan.

Thoriq sendiri dihukum tujuh tahun penjara. Dia pun tak melakukan pembelaan atas putusan Majelis Hakim. "Apapun, saya menerima vonis yang dijatuhkan kepada saya," kata Thoriq

Kritik atas sikap pemerintah dan penegak hukum memperlakukan para koruptor bukan kali ini aja disuarakan masyarakat awam. Sebelumnya, bahkan sekumpulan waria juga meminta pemerintah dan penegak hukum KPK mengusut kasus-kasus korupsi sampai tuntas.

"Kami akan menyampaikan hak waria sebagai warga, untuk ngomong korupsi dan kita minta KPK segera menyelesaikan masalah Century yang berapa tahun belum selesai juga. Takutnya SBY ada main," tegas Davina, salah satu perwakilan waria saat mendatangi Gedung DPR.

Akankan protes warga ini didengar? Jika tidak, suara siapa lagi yang bisa membukakan pikiran penegak hukum dan pemerintah, bahwasannya koruptor adalah penjahat paling berbahaya yang merusak kemakmuran satu bangsa.


Sumber: Merdeka.com
Sekian: Ketika teroris bicara korupsi

0 komentar:

Posting Komentar