Jakarta selama ini jadi ibukota yang relatif aman dari serangan gempa dan tsunami. Bencana yang terjadi di Jawa Barat kebanyakan terjadi di sepanjang Patahan Lembang atau lepas pantai Laut Selatan. Sesungguhnya ada potensi mengancam Jakarta, yakni: Selat Sunda.
Menurut Profesor Sri Widiyantoro, profesor seismologi pertama di Indonesia, belum ada teknologi yang bisa memprediksi suatu gempa dan tsunami secara akurat. Para ahli baru bisa sebatas melihat potensinya.
"Potensi-potensi gempa megathrust (besar) di Indonesia ada di selatan Selat Sunda. Itu berdasarkan peta gempa nasional yang menyatakan daerah itu memiliki potensi gempa sekitar 8,5 - 8,8 Skala Richter," kata Sri seperti dikutpi dari vivanews.
"Potensi gempa megathrust yang terjadi di kawasan selatan Selat Sunda itu juga berpotensi terjadinya tsunami," ujarnya lagi.
Pendapat ini diperkuat oleh Profesor Phil Cummins, pimpinan Ilmuwan Geoscience Australia dan Guru Besar bidang Bencana Alam dari Research School of Earth Sciences, Universitas Nasional Australia. Menurutnya, otensi gempa di Indonesia itu ada di sepanjang sebelah selatan Selat Sunda, yang berada di patahan lempengan Sumatera sampai Laut Andaman.
"Seperti di kawasan timur Nias, kawasan barat Sumatera, kawasan selatan Jawa. Intinya, tempat-tempat itu berasal ada di empat lempengan tektonik utama," kata Cummins.
Riset kegempaan yang memuat potensi kekuatan dan daerah terjadinya gempa harus diperdalam lagi untuk melihat maksimum kekuatan gempa.
Bangunan anti gempa di Jakarta
Potensi gempa besar yang mengancam Jakarta harus diantisipasi sedini mungkin. Salah satu cara mulai membangun gedung-gedung anti gempa.
"Yang harus dilakukan para ahli-ahli gempa adalah memberikan informasi maksimum kekuatan gempa. Sehingga bangunan-bangunan yang ada di daerah itu dirancang untuk tahan terhadap kekuatan maksimum gempa," papar Cummins.
Saat ini, sudah ada studi retrofitting, yaitu melihat keadaan kekuatan bangunan-bangunan yang ada di Jakarta. Apakah sudah mengikuti building code (tahan gempa) yang baru. Jika belum maka perlu dilakukan retrofit atau upaya memperkuat bangunan.
"Tidak dengan menghancurkannya, tapi menambahkan tulang-tulang bangunan, beton, dan lainnya. Para ahli rekayasa lebih menguasai soal ini," pungkas Sri.
Ah, tampaknya problema di Jakarta tak akan pernah habis. Butuh penanganan ekstra keras guna melestarikan keberadaan kampung betawi ini. Tak ada yang bisa memprediksi kapan akan terjadi, namun pencegahan tentu lebih baik daripada mengobati.
0 komentar:
Posting Komentar