Senin, 02 April 2012


MENGENAL BUDAYA ROTE


Mengenal Budaya Rote - Kabupaten Rote Ndao adalah salah satu pulau paling selatan dalam jajaran kepulauan Nusantara Indonesia. Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau Rote antara lain Pulau Ndao,Ndana, Naso, Usu, Manuk, Doo, Helina, Landu. 

Konon menurut lagenda seorang Portugis diabad ke 15 mendaratkan perahunya , dan bertanya kepada seorang nelayan setempat apa nama pulau ini, sang nelayan menyebut namanya sendiri, Rote. Sang pelaut Portugis mengira nama pulau itu yang dimaksudkan.

Sebagian besar penduduk yang mendiami pulau/kabupaten Rote Ndao menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes, Pilo Nes, dan Fole Nes. Suku-suku tersebut mendiami wilayah kestuan adat yang disebut Nusak.
Semua Nusak yang ada dipulau Rote Ndao tersebut kemudian disatukan dalam wilayah kecamatan.



Masyarakat Rote Ndao mengenal suatu lagenda yang menuturkan bahwa awal mula orang Rote datang dari Utara, dari atas, lain do ata, yang konon kini Ceylon. Kedatangan mereka menggunakan perahu lete-lete.

Strata sosial terdapat pada setiap leo. Lapisan paling atas yaitu mane leo (leo mane). Yang menjadi pemimpin suatu klein didampingi leo fetor (wakil raja) yang merupakan jabatan kehormatan untuk keluarga istri mane leo. Fungsi mane leo untuk urusan yang sifatnya spiritual, sedangkan fetor untuk urusan duniawi.

Filosofi kehidupan orang Rote yakni mao tua do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat bersumber cukup dari mengiris tuak dan memelihara babi. Dan memang secara tradisonal orang-orang Rote memulai perkampungan melalui pengelompokan keluarga dari pekerjaan mengiris tuak. Dengan demikian pada mulanya ketika ada sekelompok tanaman lontar yang berada pada suatu kawasan tertentu, maka tempat itu jugalah menjadi pusat pemukiman pertama orang-orang Rote. 

Secara tradisional pekerjaan menyadap nira lontar tugas kaum dewasa samapi tua. Tetapi perkerjaan itu hanya sampai diatas pohon, setelah nira sampai ke bawah seluruh pekerjaan dibebankan kepada wanita. Kaum pria bangun pagi hari kira-kira jam 03.30, suatu suasana yang dalam bahasa Rote diungkap sebagai; Fua Fanu Tapa Deik Malelo afe take tuk (bangun hampir siang dan berdiri tegak,sadar dan cepat duduk).

MENGENAL BUDAYA SABU


Mengenal Budaya Sabu - Sabu atau Sawu merupakan sebuah pulau dalam wilayah Kabupaten Kupang, terletak di keliling lautan Indonesia dan Laut Sawu. Luas wilayah pulau Sabu 460,87 km.

Iklim pulau umumnya ditandai dengan musim kemarau yang panjang yakni bulan Maret sampai dengan bulan November.

Penduduk Sabu terdiri dari kesatuan klen yang disebut sebagai Udu (kelompok patrinial) yang mendiami beberapa lokasi tempat tinggal antara lain de Seba, Menia, LiaE, Mesara, Dimu dan Raijua. Masing-masing Udu sebagi suatu klen atau sub udu yang disebut Karego.

Tentang pola perkampungan orang Sabu tidak bisa terlepas dari pemberian makna pulaunya sendiri atau Rai Hawu. Rai Hawu dibayangkan sebagi suatu makluk hidup yang membujur kepalanya di barat dan ekornya di timur. Maha yang letaknya disebelah barat adalah kepala haba dan LiaE di tengah adalah dada dan perut. Sedangkan Dimu di timur merupakan ekor. Pulau itu juga dibayangkan sebagai perahu, bagian Barat Sawu yaitu Mahara yang berbukit dan berpegunungan, digolongkan sebagai anjungan tanah (duru rai) sedangkan dimu yang lebih datar dan rendah dianggap buritannya ( wui rai).

Orang Sabu mengenal hari-hari dalam satu minggu, misalnya hari Senin Lodo Anni), Selasa (Lodo Due), Rabu ( Lodo Talhu), Kamis (Lodo Appa), Jumat (Lodo Lammi), Sabtu (Lodo Anna), Minggu (Lodo Pidu).Konsep hari ini (Lodo ne), hari yang akan datng (Lodo de), besok (Barri rai). Hari-hari tersebut membentuk satu minggu kemudian 4 atau 5 minggu membentuk satu bulan (waru) dan 12 bulan membentuk satu tahun (tou).

Secara umum orang Sabu mengenal dua musim, kemarau yang disebut Waru Wadu dan musim hujan atau Waru Jelai. Di antara kedua musim itu ada musim peralihannya. Dalam masing-Masing musim ada beberapa upacara yang berhubungan dengan mata pencaharian.

Dalam musim Waru Wadu atau kemarau, dikenal upacara 
(1) memanggil nira; 
(2) memasak gula lontar; 
(3) memberangkatkan perahu lontar. 

Sebelum memasuki musim berikutnya/hujan ada upacara peralihan musim terinci atas 
(1) memisahkan kedua musim; 
(2) menolak kekuatan gaib/bala; 

dan pada musim waru jelai atau musim penghujan dapat diadakan tiga upacara: 
(1) pembersihan ladang dan minta hujan; 
(2) upacara menanam dan 
(3) upacara sesudah panen.

Mengenal Budaya  Timor Tengah Selatan , Timor Tengah Utara , dan Kabupaten Belu

Timor Tengah Selatan dikenal dengan penghasil cendana itu mempunayi luas 4333,6 km2 
Cuaca umum wilayah TTS 4 bulan basah (Desember-April), 8 kering (April-November). Suhu udara dimusim dingin berkisar 18-21o C. 

Pembagian penggunaan tanah wilayah TTS 2.500 ha. Terdiri dari atas persawahan , 44.908 ha. Pengembalaan, 41.374 ha. Lamtoro dan 180.000 ha. Tanah kritis.
Wilayah kabupaten TTS berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengan Utara sebelah utara dan Ambenu (Timor Leste) sebelah selatan dengan laut Indonesia, timur dengan Kabupaten Belu. 

Penduduk asli TTS merupakan suku bangsa dawan. Dalam mmasyarakat Dawan umumnya pemukiman mulai dari pola keluarga inti/batih yang terdiri dari bapak, ibu, dan anakyang disebut UME. Ume yang ada bakal membentuk klen kecil yang disebut Pulunes atau Kuanes dan ada klen besar Kanaf.

Ume sebagai keluarga inti tinggal di rumah pemukiman tradisional yaitu Lopo dan Ume. Lopo adalah lambang rumah untuk pria dan Ume untuk perempuan. Umumnya mata pencaharian masyarakat TTS adalah pertanian dan peternakan, seperti menanam jagung, umbi-umbian, kacang-kacangan dan sedikit pertanian padi. Peternakan sapi, babi, dan kambing.

BUDAYA TIMOR TENGAH UTARA


Timor Tengah Utara (TTU) dengan ibu kota Kefamenanu. Terletak berbatasan dengan Kabupaten Belu dibagian timur, barat dengan TTS, utara dengan Laut Sawu.Luas wilayah mencapai 2.669,7 km2 . Keadaan alam wilayah TTU beriklim tropis dengan musim kemarau Juli-Nopember dan musim penghujan Desember-Maret. Ibu kota Kefamenanu terletak lebih kurang 600 m di atas permukaan laut, dengan jarak 197 km dari Kupang.

PelapisaN social dalam masyarakat TTU terdiri atas tiga bagian yaitu:
(1). Usif (golongan bangsawan/raja)
(2). Amat (pembantu raja) 
(3). To (golongan bawah/rakyat)

Raja pada umumnya sebagai pemilik tanah yang menerima upeti dari tanahnya, dan tugas menarik upeti dilakukan oleh Moen Leun Aoin Leun, seterusnya diserahkan kepada Amaf Terlihat satu konsep yang menunjukan bahwa lapisan raja/bangsawan. Tidak langsung berhubungan dengan golongan To, oleh karena Usif memanfaatkan para pembantu Moen danAmaf untuk urusan pemeritahannya.

Mata pencaharian masyarakat TTU adalah bertani, beternak. Pertanian dalam kebudayaan Atoni diartikan sebagai suatu masyarakat Atoni Pan Meto artinya petani lahan kering. Mereka menyebut diri mereka orang yang bekerja di lahan kering dan itu yang harus dikerjakan karena tidak mengenal laut dan pantai. Mereka tidak tahu nama ikan.


BUDAYA BELU


Belu merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pulau Timor/Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste.Luas Kabupaten Belu 2445,6 km2

Ibu kota kabupaten Belu, Atambua sebuah kota kecil yang terletak 500 meter diatas permuksaan laut. Jarak Kupang dan Atambua lebih kurang 290 km.

Konon nama Atambua berasal dari kata Ata (Hamba), Buan (Suanggi/tukang sihir). Dari legenda diceriterakan adanya hamba yang berani berontak dan melepaskan ikatan tangan (borgol) sehingga tidak terjual lewat pelabuhan Atapupu, dan malahan akhirnya menyingkir saudagarnya. Nama kota ini kembar dengan Atapupu (pelabuhan terletak 24 km arah utara Atambua) dari kata Ata (hamba) Futu (ikat) yang berarti hamba yang diikat siap dijual. 

Masyarakat Belu yang terdiri dari beberapa suku bangsa memiliki pelapisan sosialnya sendiri. Sebagai contoh masyarakat Waiwiku dalam wilayah kesatuan suku MaraE. Pemegang kekuasaan berfungsi mengatur pemerintah secara tradisional, pelapisan tertinggi yaitu Ema Nain yang tinggal di Uma Lor atau Uma Manaran, mereka adalah raja. Lapisan berikutnya masih tergolong lapisan bangsawan (di bawah raja) yaitu Ema Dato, kemudian lapisan menengah Ema Fukun sebagai kepala marga. Lapisan terbawah dan hanya membayar upeti dan menjalankan perintah raja, bangsawan maupun lapisan menengah disebut Ema Ata (hamba).Pada masyarakat MaraE lapisan social tertinggi disebut Loro, 

Mata pencaharian orang Belu tidak beda dengan masyarakat TTU, dan TTS, yaitu menanam jagung, umbi-umbuan, kacang-kacangan dan sedikit pertanian padi, serta bertenak sapi, babi.

0 komentar:

Posting Komentar